Minggu, 12 Mei 2013

'Urf

‘Urf berasal dari kata bahasa Arab. Kata ini dibentuk atas huruf ain, ro dan fa. Dalam al-Munjid kita akan menemukan tiga arti pokok yang berbeda untuk kata ini. Yang pertama, Louis Ma’luf memberi arti mengaku, megetahui, apa yang diyakini karena telah disakasikan oleh akal dan secara alami orang menganggap itu benar. Yang kedua adalah kebaikan, rambut leher keledai, ombak dan daging merah di atas kepala ayam, tampaknya apa yang menjadi prinsip di arti yang kedua ini adalah sesuatu yang menonjol dari sesuatu yang lain. Yang ketiga adalah mengenal dan kebaikan.2Sedangkan Ahmad Warson mengartikan ‘urf dengan kebajikan, puncak dan adat yang dipelihara.3
Sedangkan ‘urf dalam istilah Ushul Fikih, meskipun mempunyai banyak defenisi menurut beberapa ulama, tapi tampaknya semuanya berpulang kepada satu ide, yakni kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Abdul Wahab Khallaf memberikan defenisi sebagai berikut:
ما تعارفه الناس و ساروا عليه من قول أو فعل أو ترك و يسمى العادة4
Sesuatu yang telah dikenal dan dilakukan oleh banyak orang, baik berupa perkataan, pebuatan ataupun kebiasaan untuk meninggalkan sesuatu. Hal ini juga disebut dengan adat.
Sedangkan Harun Nasrun, yang mengutip definisi yang dituliskan oleh Ahmad Fahmi Abu Sunnah dalam buku al-‘‘urf Wal ‘Adah Fi Ra’yil Fuqaha, megajukan defenisi ‘urf sebagai berikut:5
الأمر المتكرر من غير علاقة عقلية
Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional.
Zakiyuddin Sa’ban memberikan definisi ‘urf sebagai berikut:
ما اعتاده الناس و ألفوه من فعل شائع بينهم أو ألفاظ تعرافوا إطلاقه على معنى خاص بحيث لا يتبادر عند سماعه غيره6
Apa yang sudah menjadi kebiasaan manusia dan mereka setujui baik itu dalam perbuatan yang sudah tersebar luas di kalangan mereka ataupun perkataan yang apabila diucapkan mereka mengetahui artinya dengan khusus yang tidak akan ada arti lain yang terpikirkan bagi mereka ketika mendengar kata tersebut.
Definisi yang berarti sama dengan redaksi berbeda juga diajukan oleh Fadhil abdul Wahid Abdurrahman:
ما سار عليه الناس و اعتادوه فى معاملاتهم من قول أو فعل و هو ما يسمى بالعادة7
Apa yang sudah berjalan dan menjadi kebiasaan orang-orang dalam pergaulan mereka baik berupa praktek atau perkataan, hal inilah yang disebut dengan adat.
Tampaknya semua Ulama Ushul Fikih tidak jauh berbeda dalam memberikan defenisi ‘urf ini. Meskipun dengan redaksi yang berbeda hampir semuanya-sepanjang pembahasan kami-memberikan konsep ‘urf dengan hal, tradisi, kebiasaan mayoritas orang baik dalam praktek ataupun dalam perkataan.8 Meskipun demikian ada beberapa ulama yang memberikan definisi ‘urf secara khusus, yakni ‘urf tidak dalam arti umum, tapi ‘urf yang boleh menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum. Seperti Muhammad Zakariya al-Bardisiy:9
العرف ما اعتاده الناس و ألفوا و ساروا عليه فى أمورهم فعلا كان أو قولا دون أن يعارض كتابا أو سنة
‘urf adalah apa yang sudah menjadi kebiasaan manusia dan mereka menyetujui dan mengerjakannya baik dalam bentuk praktek ataupun perkataan yang tidak bertentang dengan Alquran al-Karim ataupun Sunnah Nabi.
Dari beberapa defenisi diatas juga dapat difahami bahwa kebanyakan ulama tidak membedakan adat, sunnah sebelum mendapat konotasi praktek Nabi dengan ‘urf. akan tetapi banyak dari mereka yang mengatakan bahwa hanya ‘urf dalam prakteklah yang disebut dengan adat.
Dari beberapa definisi di atas juga dapat difahami, bahwa ‘urf itu mencakup hal-hal yang begitu luas, baik dalam kebiasaan pribadi individual seseorang dalam kehidupan sehari-hari ataupun kebiasaan ornag dalam berfikir. Selain itu ‘urf atau juga adat bisa muncul dari sebab yang alami seperti cepatnya seorang anak menjadi baligh di daerah tropis, dan lain sebagainya.
Bila kita sependapat bahwa ‘urf ini sama dengan sunnah atau tradisi, maka memang kita akan menemukan peran ‘urf yang sungguh signifikan dalam pembentukan hukum Islam. Baik itu sunnah orang-orang Arab sebelum Islam ataupun sesudahnya.

C. Macam-Macam ‘Urf
Mayoritas ulama, biasanya membagi ‘urf ini berdasarkan kebolehannya menjadi bahan pertimbangan dasar hukum. Selain itu, ‘urf juga dibagi berdasarkan keumuman berlakunya di sebuah masyarakat dan berdasarkan bentuknya apakah berupa praktek ataukah perkataan.
1.    Dari segi bentuknya atau objeknya ‘urf ini biasanya dibagi oleh para ulama menjadi dua macam yaitu:
1.    ‘Urf lafzhi (عرف لفطى) yakni kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu, sehingga ada makna khusus yang terlintas dalam pikiran mereka, meskipun sebenarnya dalam kaidah bahasa ungkapan itu bisa mempunyai arti lain. Beberapa contoh klasik yang akan kita temui dalam banyak literatur Ushul Fikih untuk ‘urf dalam bentuk ini adalah kata walad, yang arti sebenarnya bisa berupa putra atau putri seperti dalam firman Allah SWT:
يوصىكم الله فى أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين (النساء : 11)
Akan tetapi kebiasaan orang-orang Arab memahami kata walad dengan arti anak laki-laki. Selain itu kata dâbbah yang sebenarnya berarti binatang melata, oleh penduduk Iraq difahami sebagai keledai. Contoh yang berkenaan dengan hukum adalah kata thalâq dalam bahasa Arab, yang sebenarnya berarti lepas atau melepaskan, tapi kemudian difahami dengan konotasi putusnya ikatan perkawinan. Maka seseorang suami yang mengatakan kepada istrinya: “thalaqtuki”, maka terjadi talak dalam pernikahan mereka.
1.    ‘Urf ‘amali (العرف العملى) adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan atau mua’malah. Seperti jual-beli tanpa ijab dan qabul, yang itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Atau garansi dalam membeli sesuatu, spserti garansi jam bahwa jam itu bagus untuk waktu tertentu. Atau jual beli dengan antaran barang tanpa tambahan biaya. Atau memberikan mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Dan lain sebagainya.
2.    Dari segi cakupannya, ataupun keberlakuannya di kalangan masyarakat maka ‘urf ini dibagi menjadi dua bagian juga, yakni ‘urf yang umum dan yang khusus
1.    ‘Urf yang umum (العرف العام) adalah adalah tradisi atau kebiasaan yang berlaku secara luas di dalam masyarakat dan di seluruh daerah. Akan tetapi kami tidak mendapatkan batasan yang jelas tentang batasan dan cakupan ‘urf yang umum ini. Apakah hanya dengan berlakunya sebuah kebiasaan di kalangan mayoritas masyarakat ‘urf itu bisa disebut dengan ‘urf ‘âmm atau tidak. Ataukah ‘urf yang hanyak berlaku di Tapanuli Selatan saja bisa dikatakan ‘urf yang umum atau tidak.
Tapi tampaknya batasannya hanyalah berdasarkan tingkatannya, seperti ‘urf yang berlaku dikalangan mayoritas masyarakat Gunung Tua bisa dikatakan ‘urf ‘âmm pada tingkatan ‘urf Gunung Tua saja. Maka apabila ‘urf itu tidak berlaku umum pada masyarakat lainnya di Padang Bolak, maka ‘urf itu bisa dikatakan ‘urf khâsh pada tingkatan ‘urf Padang Bolak. Akan tetapi ada satu ilmuwan yang memberikan batasan yang lebih jelas dari yang lain, yakni Amir Syarifuddin. Menurut beliau ‘urf ‘âmm adalah ‘urf yang berlaku hampir diseluruh dunia sementara ‘urf khâsh hanya berlaku pada sebagain kaum, bangsa. Beliau mengajukan contoh seperti menganggukkan kepala.10
1.    ‘Urf yang khusus (العرف الخاص) adalah kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tertentu dan di daerah tertentu atau dikalangan tertentu. Meskipun para ulama Ushul Fikih tidak mensyaratkan zaman tertentu dalam mengkategorikan ‘urf yang khusus ini, tapi dari beberapa contoh yang sering mereka ajukan terlihat bahwa waktu juga termasuk kondisi yang bisa membedakan sesuatu apakah ia termasuk dari ‘urf yang umum atau yang khusus.
2.    ‘Urf ditinjau dari keabsahannya menurut syari’at, maka ‘urf ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ‘urf yang baik (العرف الصحيح ) dan ‘urf yang jelek (العرف الفاسد ), konsepnya adalah apakah ia sesuai dan sejalan dengan syari’ah atau tidak. Pembagian ‘urf dalam bentuk inilah yang menjadi pusat kajian para ulama Ushul dalam kajian ‘urf. Maka tidak mengherankan bila beberapa kajian sekilas tentang ‘urf hanya akan mengemukakan pembagian ‘urf dari segi kesesuaiannya dari syari’ah ataukah tidak.
1.    ‘Urf shahih (العرف الصحيح ) adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidakbertentangan dengan Alquran al-Karim ataupun Sunnah Nabi, tidak menghilangkan kemashlahatan mereka dan tidak pula membawa mudharat bagi mereka. Misalnya bercadar bagi wanita yang merupakan kebiasaan wanita-wanita Arab sebelum datangnya Islam atau seperti menetapkan konsep haram oleh masyarakat Arab untuk beribadah dan berdamai. Ada banyak contoh-contoh yang bisa kita dapatkan dalam kajian sejarah dimana kemudian Alquran al-Karim ataupun Sunnah menetapkan sebuah kebiasaan menjadi salah satu bagian dari hukum Islam, meskipun setelah diberi aturan tambahan. Selain cadar dan konsep haram, kita juga bisa melihat mahar, sunnah atau tradisi, denda, polygami dan lain sebagainya.
2.    ‘Urf fâsid (العرف الفاسد ) adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’. Seperti praktek riba’ yang sudah mewabah dalam kalangan bangsa Arab sebelum datangnya Islam, atau juga meminum minuman keras. Setelah datangnya Islam maka ‘urf-’urf yang seperti ini ditentang dan dikikis baik secara perlahan-lahan maupun langsung. Kalau untuk masa sekarang, mungkin kita mengenal kebiasaan yang berlaku luas dikalangan masyarakat Indonesia, yaitu marpangir, yakni berpergian kesuatu tempat tanpa ada batasan yang jelas antara wanita dan laki-laki dan mandi bersama-sama, kebiasaan ini dilakukan untuk menyambut bulan puasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar